Selasa, 29 April 2014

Placebo dan Kedokteran - Part 2

PLACEBO DAN KEDOKTERAN - Part 2
Banyak orang tidak tahu bahwa praktik placebo sebenarnya sudah sangat dikenal di dunia kedokteran dan farmasi sejak dulu. Placebo biasanya berupa tablet laktosa (gula susu) yang bentuknya dimiripkan pil sungguhan. Obat bohongan tersebut diberikan guna menenangkan pasien, bukan untuk memenuhi kebutuhan organik yang didiagnosiskan secara jelas sesuai dengan penyakitnya. Praktik pengobatan seperti ini bisa disebut pseudomedication (pengobatan semu atau palsu).

Studi Universitas Chicago pada Januari 2008 menunjukkan bahwa 45 persen dari dokter spesialis penyakit dalam di seputar Chicago pernah meresepkan placebo kepada pasien mereka. Ini membuktikan bahwa praktik placebo memang sering dilakukan oleh dokter-dokter yang memutuskan bahwa penyebab gejala-gejala penyakit tidak cukup penting untuk dipelajari lebih lanjut, atau penyakit tersebut hanya disebabkan oleh hal psikologis- penyebabnya adalah pikiran si pasien sendiri.

Dengan meresepkan placebo, dokter mengandalkan psikologi pasien yang meyakini bahwa obat yang diresepkan itu mujarab. Sebagai hasilnya, kesembuhan bisa diperoleh. Dokter tahu bahwa obat yang diberikan (placebo) tidak lebih dari suatu permainan kepercayaan atau sugesti. Tetapi ini menjadi unsur vital untuk menyembuhkan pasien dan menghalau penderitaan fisiknya. Disini yang diperlukan adalah kepercayaan untuk sembuh. Inilah kesembuhan melalui sugesti.

TERAPI PLACEBO

Telah banyak kasus yang membuktikan bahwa placebo dapat memiliki keefektifan penyembuhan yang tidak kalah dahsyatnya dengan obat aktif yang digantikannya, bahkan kadang-kadang lebih ampuh.

Penelitian tentang placebo membuka wawasan dan rahasia kehidupan yang luas mengenai kenyataan bahwa tubuh manusia ternyata dapat menyembuhkan diri sendiri.

Dewasa ini, placebo telah mendapat perhatian serius dari para ilmuwan kedokteran dan psikolog. Mereka telah menemukan bukti ilmiah cukup kuat yang memperlihatkan bahwa placebo tidak hanya sekedar mirip dengan suatu obat yang manjur, tetapi memang benar-benar dapat bertindak sebagai obat. Simpulan akhirnya bahwa placebo tidak hanya sebagai siasat psikologis dokter dalam merawat pasiennya, tetapi dapat menjadi terapi yang lumayan ampuh untuk mengubah susunan biokimia tubuh dan membantu mengerahkan pertahanan tubuh dalam memerangi gangguan atau penyakit yang datang atau masuk dalam tubuh.

Beberapa peneliti placebo mengemukakan teorinya bahwa placebo menggiatkan cerebral cortex (lapisan luar dari otak besar yang berfungsi membangun persepsi, sensasi, pembelajaran, kesadaran dan ingatan). Pada gilirannya, ini menghidupkan sistem endokrin (sistem pelepasan hormon), khususnya hormon adrenalin. Ini membuktikan bahwa pikiran dan tubuh itu berhubungan, tidak terpisah. Penyakit selalu merupakan interaksi antara pikiran dan tubuh, antara unsur psikis dan fisik. Sesuatu yang buruk atau negatif yang tumbuh dalam pikiran dapat berakibat negatif pada tubuh; bisa juga penyakit berawal dalam tubuh lalu berakibat buruk pada pikiran. Harus disadari bahwa baik tubuh maupun otak yang memproduksi pikiran dihidupi oleh aliran-aliran darah yang sama. Maka usaha menanggulangi penyakit tubuh dengan mengabaikan pikiran, atau menganggap pikiran tidak ada kaitannya dengan penyakit merupakan pandangan yang salah.

Placebo dapat merangsang kemampuan tubuh seseorang untuk dapat memperbaiki dirinya sendiri setelah diberi sugesti yang memadai seperti “ini obat bagus”_pasien percaya kepada dokter yang memberikan resep, sehingga ia lebih tenang (rileks) dan tidak tegang. Dengan itu kesembuhan bisa terjadi. Penelitian menunjukkan bahwa tidak sedikit pasien yang menderita penyakit namun kemudian bisa sembuh dengan sendirinya. Ini proses penyembuhan oleh tubuhnya sendiri, melalui potensi yang ada pada tubuh manusia yang menyimpan berjuta misteri. Fakta menunjukkan bahwa placebo tidak akan menimbulkan dampak fisiologis sama sekali jika pasien tahu bahwa itu obat bohongan. Dalam hal ini kepercayaan sangat berperan.

Jadi terapi placebo itu lebih merupakan penyembuhan melalui proses psikologis. Sesungguhnya penyembuhan ini dapat berhasil bukan berkat mukjizat atau keampuhan tablet atau obat bohongan tersebut. Namun efek placebo tidak selalu permanen; ini sangat tergantung dari persepsi sang pasien sendiri.


Sumber : TRUTH edisi 16
Read more>>

Senin, 28 April 2014

Sugesti dalam Praktik PLACEBO - Part 1

Dalam dunia medis, dikenal suatu hal yang misterius yang disebut efek placebo, di mana sesuatu yang bukan obat ternyata dapat menyembuhkan.

Sugesti dalam Praktk PLACEBO  -  Part 1

PLACEBO berasal dari bahasa latin “placere” yang artinya “I shall please” (aku akan menyukakan), dalam arti luas “menyukakan”. Dari kata placebo ini tersirat adanya usaha untuk menyenangkan seseorang. Tentu menyenangkan hati seseorang belum tentu mendatangkan suatu keuntungan atau faedah bagi orang tersebut. Mengacu kamus, arti kata placebo antara lain:
·      
Zat yang tidak aktif secara farmakologi; “obat” tanpa bahan aktif yang diberikan kepada kelompok pasien yang dilibatkan dalam eksperimen klinis, untuk menguji kemanjuran obat baru yang diberikan kepada kelompok pasien yang lain. Biasanya placebo yang diberikan berupa pil gula atau obat/ perawatan bohongan.

       
Obat yang diresepkan bagi seorang pasien tanpa pengaruh fisik apapun; tidak mengandung zat aktif, tetapi diberikan hanya untuk memberi efek psikologis positif (sugesti positif) karena sang pasien percaya dirinya sedang diobati. Ini biasanya diresepkan dokter karena penyakit yang diderita pasien semata-mata karena hal psikologis.
Pernah dilakukan suatu percobaan mengenai efek sugesti di Universitas lowa, Amerika serikat. Ada dua kelompok yang sakit flu. Satu kelompok diberi obat, yang dikatakan oleh peneliti sebagai obat yang mahal. Untuk memperkuat kesan mahal, disertakan pula brosur-brosur yang mencantumkan harganya. Sedangkan kepada kelompok lain, dikatakan obat yang diberikan hanya obat biasa yang harganya murah. Sebetulnya obat-obat yang diberikan kepada kedua kolompok ini adalah placebo. Setelah beberapa hari, diperiksalah hasil “pengobatan” ini. Ternyata kelompok yang menerima obat yang dikatakan mahal merasa agak lebih baik atau sembuh, sedangkan kelompok lain-nya, masih merasa sakit, belum ada perubahan; padahal obat yang diberikan kepada kedua kelompok tersebut sama, kedua-duanya placebo. Ini membuktikan betapa kuat efek sugesti dari placebo ini. 

Para ahli yang telah mengadakan penelitian secara seksama berkesimpulan bahwa pengharapan atas perawatan sama halnya dengan pengharapan atas penghargaan (sebagaimana telah ditunjukkan dalam berbagai macam penelitian psikologi), dan pengharapan atas penghargaan tersebut telah memicu pembebasan neurotransmitter dopamine dalam otak, yang membantu mengurangi gejala-gejala sakit dan depresi kronis. Ternyata tubuh manusia telah dilengkapi elemen untuk mengurangi sakit, bahkan untuk menyembuhkan diri sendiri. Inilah yang dikatakan sebagai efek placebo (placebo effect), sebuah sugesti yang bisa mengurangi rasa sakit, bahkan menyembuhkan penyakit.
Memang belakangan ini penggunaan placebo paling sering bertujuan untuk mencoba obat-obatan baru. Sebelum memasarkan obat-obatan baru, perusahaan farmasi harus membuktikan bahwa pengaruh obat yang akan dipasarkan lebih baik daripada efek placebo. Dari fakta empiris (berdasarkan pengamatan), ternyata kadang kala efek placebo tidak kalah mujarabnya dengan obat asli-yang membuat kandungan zat aktif. Ini telah menjadi misteri yang cukup lama dipersoalkan, namun demikianlah kenyataannya, bahwa efek pengobatan dapat terjadi bukan dari pengobatan itu sendiri, tetapi dari persepsi dan keyakinan pasien bahwa pengobatan tersebut manjur.


Sumber : Truth Edisi 16


Read more>>