Banyak orang tidak tahu bahwa
praktik placebo sebenarnya sudah sangat dikenal di dunia kedokteran dan farmasi
sejak dulu. Placebo biasanya berupa tablet laktosa (gula susu) yang bentuknya
dimiripkan pil sungguhan. Obat bohongan tersebut diberikan guna menenangkan
pasien, bukan untuk memenuhi kebutuhan organik yang didiagnosiskan secara jelas
sesuai dengan penyakitnya. Praktik pengobatan seperti ini bisa disebut
pseudomedication (pengobatan semu atau palsu).
Studi Universitas Chicago pada Januari 2008 menunjukkan bahwa 45 persen dari dokter spesialis penyakit dalam di seputar Chicago pernah meresepkan placebo kepada pasien mereka. Ini membuktikan bahwa praktik placebo memang sering dilakukan oleh dokter-dokter yang memutuskan bahwa penyebab gejala-gejala penyakit tidak cukup penting untuk dipelajari lebih lanjut, atau penyakit tersebut hanya disebabkan oleh hal psikologis- penyebabnya adalah pikiran si pasien sendiri.
Dengan meresepkan placebo, dokter mengandalkan psikologi pasien yang meyakini bahwa obat yang diresepkan itu mujarab. Sebagai hasilnya, kesembuhan bisa diperoleh. Dokter tahu bahwa obat yang diberikan (placebo) tidak lebih dari suatu permainan kepercayaan atau sugesti. Tetapi ini menjadi unsur vital untuk menyembuhkan pasien dan menghalau penderitaan fisiknya. Disini yang diperlukan adalah kepercayaan untuk sembuh. Inilah kesembuhan melalui sugesti.
TERAPI PLACEBO
Telah banyak kasus yang membuktikan
bahwa placebo dapat memiliki keefektifan penyembuhan yang tidak kalah
dahsyatnya dengan obat aktif yang digantikannya, bahkan kadang-kadang lebih
ampuh.
Penelitian tentang placebo membuka wawasan dan rahasia kehidupan yang luas mengenai kenyataan bahwa tubuh manusia ternyata dapat menyembuhkan diri sendiri.
Dewasa ini, placebo telah mendapat perhatian serius dari para ilmuwan kedokteran dan psikolog. Mereka telah menemukan bukti ilmiah cukup kuat yang memperlihatkan bahwa placebo tidak hanya sekedar mirip dengan suatu obat yang manjur, tetapi memang benar-benar dapat bertindak sebagai obat. Simpulan akhirnya bahwa placebo tidak hanya sebagai siasat psikologis dokter dalam merawat pasiennya, tetapi dapat menjadi terapi yang lumayan ampuh untuk mengubah susunan biokimia tubuh dan membantu mengerahkan pertahanan tubuh dalam memerangi gangguan atau penyakit yang datang atau masuk dalam tubuh.
Beberapa peneliti placebo mengemukakan teorinya bahwa placebo menggiatkan cerebral cortex (lapisan luar dari otak besar yang berfungsi membangun persepsi, sensasi, pembelajaran, kesadaran dan ingatan). Pada gilirannya, ini menghidupkan sistem endokrin (sistem pelepasan hormon), khususnya hormon adrenalin. Ini membuktikan bahwa pikiran dan tubuh itu berhubungan, tidak terpisah. Penyakit selalu merupakan interaksi antara pikiran dan tubuh, antara unsur psikis dan fisik. Sesuatu yang buruk atau negatif yang tumbuh dalam pikiran dapat berakibat negatif pada tubuh; bisa juga penyakit berawal dalam tubuh lalu berakibat buruk pada pikiran. Harus disadari bahwa baik tubuh maupun otak yang memproduksi pikiran dihidupi oleh aliran-aliran darah yang sama. Maka usaha menanggulangi penyakit tubuh dengan mengabaikan pikiran, atau menganggap pikiran tidak ada kaitannya dengan penyakit merupakan pandangan yang salah.
Placebo dapat merangsang kemampuan tubuh seseorang untuk dapat memperbaiki dirinya sendiri setelah diberi sugesti yang memadai seperti “ini obat bagus”_pasien percaya kepada dokter yang memberikan resep, sehingga ia lebih tenang (rileks) dan tidak tegang. Dengan itu kesembuhan bisa terjadi. Penelitian menunjukkan bahwa tidak sedikit pasien yang menderita penyakit namun kemudian bisa sembuh dengan sendirinya. Ini proses penyembuhan oleh tubuhnya sendiri, melalui potensi yang ada pada tubuh manusia yang menyimpan berjuta misteri. Fakta menunjukkan bahwa placebo tidak akan menimbulkan dampak fisiologis sama sekali jika pasien tahu bahwa itu obat bohongan. Dalam hal ini kepercayaan sangat berperan.
Jadi terapi placebo itu lebih merupakan penyembuhan melalui proses psikologis. Sesungguhnya penyembuhan ini dapat berhasil bukan berkat mukjizat atau keampuhan tablet atau obat bohongan tersebut. Namun efek placebo tidak selalu permanen; ini sangat tergantung dari persepsi sang pasien sendiri.
Sumber : TRUTH edisi 16